Ahli Tanaman Aren Indonesia – Doktor Anau dari Pagaruyung
Enau atau anau dalam Bahasa Minang membutuhkan waktu lama untuk berkembang biak. Sementara petani, untuk menambah jumlah tanaman enau, masih menggunakan cara alami: menanam bijinya. Padahal, biji enau memiliki masa tidur (dorman) sampai setahun. Di sini lah Dr. Ir. Puti Reno Raudhatul Jannah Thaib, M.Si yang digelari Doktor Anau dari Pagaruyung memberikan sumbangsih keilmuannya, Mamin menyebutnya sebagai ahli tanaman aren di Indonesia.
Keceptan Masa Tumbuh Biji Enau di Tangan Ahli Aren Indonesia
Lamanya masa tumbuh biji aren, yang tentu berakibat lama juga masa panen untuk gula aren, membuat Raudha Thaib sebagai ilmuwan jadi penasaran. Hal ini membuatnya termotivasi untuk menemukan cara lain, yakni, bagaimana mengurangi masa tidur dan jumlah tanaman baru yang dihasilkan tak hanya satu batang seperti selama ini.
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Andalas ini pun tersenyum. “Alhamdulillah, untuk langkah awal saya berhasil mengurangi masa dorman dan dari situ pulalah saya bangga menyandang gelar doktor. Bidang telitian dan temuan ini terbilang langka,” kata penulis buku Seri Alam Minangkabau “Nik Reno jo Cucunyo” berbinar.
Mengembangkan Pohon Aren Secara Buatan
Menurut ahli tanaman aren Indonesia ini, tanaman enau bisa dikembangbiakan secara buatan. Baik rekayasa genetika atau kultur jaringan. Hal itu, karena Upik, menemukan cara untuk menghilangkan senyawa fenolik yang membuat biji enau berada dalam masa tidur yang lama. Upik menerangkan dengan jabaran ilmiah, hal itu dalam disertasi doktoral berjudul Regenerasi In Vitro Tanaman Enau (Arenge pinnata Merr.) melalui Embriogenesisi Somatik. Dengan ditemukan teknik tersebut, pengembangbiakan enau bisa dilakukan lebih cepat lagi.
Temuan Upik menghasilkan, masa dorman enau bisa dikurangi sampai 141,07 hari. Sementara itu, jumlah tanaman baru yang dihasilkan, tak lagi satu batang sebagaimana selama ini pola alami. Tetapi bisa mencapai 6-21 batang. “Temuan saya ini sebuah langkah awal, dan dalam waktu dekat belum bisa diaplikasikan oleh petani,” kata Upik, yang meraih doktor di usia 60 tahun ini menambahkan, kerja ilmuwan sesungguhnya mencari formula yang memudahkan petani/orang lain memanfaatkannya.
Anggota Keluarga Istana Pagaruyung
Upik, ahli tanaman aren Indonesia ini mengenal enau- dan tentu paham akhirnya—dari lingkungan masa kecilnya di Istana Pagaruyung Batusangkar. Yang menarik bagi Upik, baik dari ilmu pertanian, sosial dan budaya, hampir seluruh bagian dari enau, bisa bermanfaat bagi masyarakat. Ijuknya untuk atap rumah, niranya untuk gula aren cetak, gula aren bubuk, maupun gula aren cair.
Dan banyak pula dijadikan bahan camilan atau sebagai gula-gula dan jadi bekal bagi anak-anak para pendaki gunung.
Daun aren yang telah dibuang lapisan lilinnya untuk pembungkus rokok atau membungkus gula aren.
“Banyak sekali manfaat anau ini,” tukas upik, dan, ia menambahkan, ijuknya digunakan sebagai atap, seperti rumah gadang atau Istana Pagaruyung yang terbakar Februari 2007, berfungsi untuk menahan hawa panas dari luar. Efeknya, hawa sejuk dari dalam yang ditawarkan ijuk tersebut.
Mantan atlit PON V dari Sumbar ini tertarik dengan enau, karena menurut pencermatannya, enau bagi masyarakat Minang, tidak semata tanaman yang memberi pemasukan secara ekonomi. Tetapi, enau juga merupakan tumbuhan konservasi. Tumbuhan seperti ini tidak boleh ditebang sembarangan. Hukum adat di Minangkabau, ditegaskan Upik, melindungi tumbuhan yang ada di hutan.
Keprihatinan Ahli Aren Indonesia Mengenai Hilangnya Kearifan Lokal
“Bicara soal konservasi, sesungguhnya dibutuhkan kearifan lokal. Ternyata saat ini, kearifan lokal itu pula yang mulai runtuh,” kata Upik risau. Keturanan ke-13 Raja Pagaruyung ini menjelaskan, kearifan lokal memiliki kekuatan sosial dan kultural semestinya, termasuk melindungi hutan. Sayang, banyak yang mengabaikan nilai kearifan lokal, hutan ditebang liar oleh mereka dengan kekuatan uang, hingga bencana datang pun kita tak arif apa penyebabnya.
Dalam enau, kata salah seorang dewan pakar Gebu Minang ini, tersirat nilai pelestarian lingkungan yang penting dianut masyarakat. Untuk tanaman enau ini misalnya, bisa hidup pada kemiringan tanah sampai 20 derajat, serta sebaran akar serabutnya hingga 10 meter dengan kedalaman tiga meter.
Ahli tanaman aren Indonesia ini berharap, penelitiannya ini bisa memberi sumbangan positif bagi perkembangan ilmu dan teknologi budidaya tanaman enau. Setidaknya merupakan informasi dan acuan dalam melakukan perbanyakan dan perbaikan tanaman enau melalui embriogenesis somatik dapat menghasilkan bibit enau berkualitas tinggi, mempunyai kemampuan adaptasi dengan lingkungan, dalam jumlah yang banyak dan waktu yang relatif singkat. (Yusrizal KW)
Baca juga:
Share artikel ini