Yuk Kenalan Dengan Gerakan Slow Food – Merayakan Tradisi Makan di Seluruh Dunia
Arenga Indonesia – Teman-teman pasti sudah akrab dengan istilah fast food, makanan cepat saji, sudah melewati satu tahap pemasakan, dan sering disalah-salahkan sebagai makanan yang kurang sehat. Nah untuk keperluan itu lah lahir gerakan slow food untuk mendampingi atau kalau mungkin untuk mengkonter pola makan yang serba cepat ini.
Jadi apa sih slow food itu?
Slow Food adalah gerakan internasional untuk merayakan keberagaman kuliner, mempromosikan penggunaan bahan makanan yang diproduksi secara berkelanjutan, dan menghargai proses lambat dalam mempersiapkan dan menikmati makanan tersebut.
Memang begitu lah gagasan Carlo Petrini, pendiri gerakan slow food yang berasal dari Italia ini. Di tengah gemerlapnya restoran cepat saji dan makanan instan yang serba praktis, kita perlu kembali menghargai kearifan lokal, mempromosikan keanekaragaman rasa, dan mempertahankan warisan kuliner yang telah diturunkan leluhur kita sejak berabad-abad.
Slow Food, Menikmati Makanan Lambat di Tengah Gempuran Makanan Cepat Saji
Secara khusus, makanan dalam Slow Food ini didefinisikan oleh cara pembuatannya. Misalnya, jika buah dibiarkan matang pohon (bukan petik muda kemudian diperam), memasak yang disiapkan secara manual, dan dinikmati bersama teman-teman, maka itu adalah Makanan Lambat (slow food).
Artinya, di dalam gerakan makanan lambat ini, di belakangannya terdapat banyak filosofi, entah itu tentang cara berkebun, cara memasak, atau bahkan tentang cara hidup.
Salah satu aspek penting dari Slow Food adalah fokus pada bahan baku berkualitas tinggi. Makanan lambat menekankan pentingnya memilih bahan-bahan segar, organik, dan dihasilkan dari pertanian lokal, dan menggunakan metode pertanian yang berkelanjutan.
Artinya slow food menolak penggunaan pestisida dan bahan kimia berbahaya serta mendukung petani lokal yang berkomitmen untuk menjaga keanekaragaman hayati dan lingkungan yang sehat.
- Baca juga : 5 Resep Masakan Enak Slow Cooker
Penghargaan Terhadap Tradisi
Badan Pusat Statistik (BPS) mengklasifikasikan bahwa Indonesia punya tak kurang dari 1.340 kelompok suku etnis. Suku-suku tersebut berbeda dari sisi budaya, bahasa, tradisi, dan adat istiadat yang mereka lakoni dalam keseharian. Beberapa suku etnis terbesar di Indonesia antara lain Jawa, Sunda, Batak, Minangkabau, Betawi, Bugis, Makassar, Dayak, Minahasa, dan Aceh.
Nah merayakan tradisi makan dengan kerajinan kuliner seperti dilakoni suku-suku etnis di atas bagian dari roh Gerakan Slow Food. Salah satu contohnya adalah pembuatan rendang di Sumatera Barat. Atau pembuatan palm sugar yang juga dikenal sebagai gula aren.
- Baca juga : Fusion Food Indonesia – Pecah di Lidah!
Sejak beratus tahun lalu, rendang asli Minangkabau itu tidak berubah dalam proses pembuatannya. Karena hanya dengan cara lama dan kuno tersebut baru bisa didapatkan rasa auntentik masakan rendang yang sesungguhnya.
Makanan lambat menghargai metode tradisional dalam persiapan makanan, seperti pembuatan rendang ini. Seluruh proses melibatkan penggunaan tangan manusia, ketrampilan, dan pengetahuan turun-temurun. Bahkan tehnik memeras santan pun dilakukan secara khusus agar mendapat santan yang pas agar rendang masak sempurna.
Setiap makanan punya cerita unik di belakangnya. Itu salah satu yang amat dihargai dalam gerakan slow food.
- Baca juga : Blender Penghalus Bumbu Dapur
Rayakan Makanan Bersama Teman dan Orang-Orang Tercinta
Gerakan Slow Food tidak hanya berfokus pada apa yang ada di piring, tetapi juga pada pengalaman bersama di sekitar meja makan.Mereka mengundang kita untuk menghargai momen-momen di mana kita bisa duduk bersama orang-orang terkasih dan berbagi cerita tentang makanan yang disantap.
Kesempatan ini juga bisa digunakan untuk memperlambat ritme hidup yang serba cepat. Bukan kah sangat menyenangkan bila menemukan kegembiraan dalam setiap suapan?
Mungkin itu lah mengapa Gerakan Slow Food telah berkembang menjadi fenomena global dengan ribuan anggotanya yang penuh dedikasi. Dari petani lokal hingga koki terkenal, berkarya menghasilkan makanan yang pantas dirayakan. Mereka juga berbagi visi tentang pentingnya memperjuangkan makanan yang baik, adil, dan berkelanjutan.
Penutup
Dalam dunia kuliner, fast food dan slow food adalah dua konsep yang berlawanan. Fast food mengusung kecepatan dan serba praktis. Sementara slow food menekankan pada proses lambat, kualitas, dan kesadaran penuh dalam memilih, memasak, dan menikmati makanan.
Baik fast food dan slow food punya dampak berbeda pada kesehatan dan budaya makan kita.
Melalui gerakan slow food, kita diundang untuk menghargai warisan kuliner, memilih bahan berkualitas tinggi, dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
Dengan memperlambat ritme hidup dan menikmati makanan dengan kesadaran, kita dapat menciptakan pengalaman makan yang lebih bermakna dan menjaga keseimbangan antara kebutuhan kita dan planet ini.
Arenga Indonesia. Produsen gula aren organik di Tangerang – Banten
Baca juga :
Share artikel ini
Artikel Terbaru
Uang Sayur vs Sayuran, Bedanya di Mana?
Sambal Goreng Kentang, Ledakan Rasa Nusantara yang Bikin Boros Nasi
Kopi Sanger, Penyatu Diferensiasi Sosial Masyarakat Aceh
Kopi Kertoep atau Kertup Sebagai Simbol Perlawanan dan Manisnya Cita Rasa di Aceh
Asal-Usul Kopi di Malta: Warisan Pahit dari The Great Siege